Hari raya Idul Adha
sudah di depan mata kita, hari suci di mana umat Islam sedunia di tanah suci
Mekkah melaksanan puncak ibadah haji. Sebuah ritual internasional yang diikuti
jutaan umat Islam dari seluruh dunia dalam rangka memperingati “napak tilas” Nabi
Ibrahim yang mempertunjukan
kepada kita semua tentang arti sebuah ketaatan dan keikhlasan dalam beribadah
kepada Allah SWT.
Bagi
kita yang tidak berhaji disyariatkan untuk merayakan Idul Qurban dengan
beberapa ritual mulai puasa Arofah, shalat Idul adha dan penyembelihan hewan
Qurban dan lainnya
Penyembelihan
qurban pada hakikatnya mengandung nilai pendidikan anak yang luar biasa, sebuah
pendidikan kepada anak yang dicatat dengan tinta emas sebagai pendidikan ideal
untuk membentuk anak yang shalih.
Beberapa
poin penting dalam pendidikan Nabi Ibrahim kepada anaknya mencakup visi, misi,
kurikulum dan lingkungan dalam pendidikan anak:
Pertama:
visi pendidikan Ibrahim adalah mencetak generasi saleh yang menyembah hanya
kepada Allah SWT. Dalam penantian panjang beliau berdoa agar diberi generasi
saleh yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi Ibrahim ini
diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an: "Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku
(seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." (Q.S. Ash Shaaffaat:
100)
Kedua,
misi pendidikan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti
ajaran Islam secara totalitas. Ketaatan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar
tidak terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah ada di sekitarnya.
Ketiga,
kurikulum pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh
kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk
pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk
pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal
kebajikan. Muatan-muatan strategis pendidikan Ibrahim tersebut, Allah SWT telah
jelaskan secara terperinci dalam firman-Nya:
Keempat
Lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan
akhlaq. Beliau dijauhkan dari berhala dunia, pikiran sesat, budaya jahiliyah
dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya
terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya.
Selain
jauh dari perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang
menjadi satu kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar
Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT.
Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada
perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya.
Pemilihan
tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT
abadikan dalam al-Qur’an.
Larangan dan Keresahan
Namun
menjelang hari raya Idul Adha seperti saat ini ada beberapa isu yang menyeruak
di masyarakat di Indonesia, yang pertama idul adha jatuh pada hari apa (ada
perbedaan atau tidak) dan yang kedua (khusus untuk warga Jakarta) masih
bolehkah menyembelih hewan kurban di sekolah?
Hal
ini merujuk pada Instruksi Gubernur No 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian,
Penampungan dan Pemotongan Hewan. Di dalamnya termasuk ada larangan menyembelih
hewan kurban di sekolah. Beberapa alasan yang dipakai oleh Pempov Jakarta
tentang aturan ini yakni kekhawatiran menyebarnya penyakit dari hewan ke
manusia (dalam istilah medis zoonosis) dan juga menghindari dampak psiologis
berupa traumatik terhadap anak akibat proses pemotongan hewan kurban tersebut.
Sebagai solusinya pemerintah provinsi Jakarta menyiapkan rumah pemotongan hewan
(RPH) untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat Jakarta dalam penyembelihan
kurban.
Sebagai
seorang pemimpin daerah maka tugas utama bagi seorang gubernur adalah mengatur
segala hal yang berada di wilayah kerjanya. Dalam hal berkurban instruksi
Gubernur sangat tepat, terutama mengatur tempat penjualan hewan kurban. Sudah
lazim di kota-kota bahkan di seluruh daerah menjelang hari raya kurban, banyak
fasilitas umum yang di sulap menjadi pasar hewan, hal ini berakibat kumuh dan
bau tidak sedap menyebar kemana-mana, belum lagi masalah kesehatan hewan yang
belum terkontrol yang berakibat menyebarnya penyakit hewan ke manusia
(zoonosis).
Namun
dalam hal pelarangan penyembelihan kurban di sekolah perlu dikaji lebih dalam
karena bisa berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Sebagai
seorang pemimpin Gubernur Basuki Cahaya Purnama harus mendapat pemahaman yang
utuh tentang ritual ibadah kurban, sebuah ibadah yang mengandung unsur
pendidikan moral sosial dan sangat kental dengan tradisi masyarakat Indonesia.
Berbeda dengan ibadah shalat, puasa atau bersedekah misalnya dimana ibadah
tersebut harus disamarkan dan lebih utama tanpa dilihat orang lain, tetapi
ibadah penyembelihan hewan kurban harus ditampakkan sebagai syiar ritual
keagamaan karena memang tuntutan ajaran agama Islam demikian.
Satu
hal lagi yang perlu diketahui oleh gubernur Ahok di dalam penyembelihan kurban
juga sangat kental dengan kearifan lokal yang terus dijaga dan akan diwariskan
terhadap anak keturunan masyarakat Islam, kearifan lokal tersebut pemahaman
berupa nilai keikhlasan, pengorbanan, kerja sama, sifat saling membantu dan
lainnya yang semua bermuara keteladalan Nabi Ibrahim kepada murid sekolah tersebut.
Beberapa
komentar gubernur Ahok yang mengatakan di arab saudi tidak ada penyembelihan
hewan kurban di masjid dan sekolah dan semua dilakukan di pusat penyembelihan
kurban semakin menunjukan betapa sang gubernur DKI ini belum memahami secara
utuh makna sebuah ibadah kurban dan haji. Pernyataan diatas sama dengan mengapa
di Jakarta masih sering banjir, macet dan kriminal sedangkan di Singapura
tidak?
Trauma psikologi
Alasan
lain adalah kekhawatiran dampak trauma psikologi akibat prosesi pemotongan
hewan kurban yang disaksikan secara langsung oleh anak-anak sekolah dasar.
Ilmu neurobehavior menerangkan usia sekolah dasar (7-12
tahun) saat perkembangan otak di lobus frontalis dan parietalis (dahi dan
pelipis), satu hal yag menonjol adalah mulai berkembangnya fungsi kognisi
(berfikir, logika, analisis), kreatifitas dan kemampuan berbahasa.
Di
bagian otak pelipis atau sistem emosi anak SD sudah mulai menunjukkan hal yang
berperan, kegemaran meniru apa yang dilihat dan didengar sangat dominan apalagi
sifat imajinatif sebagai seorang anak yang dibawa dari kecil masih terbawa.
Bagian
otak yang mengatur psikomotor juga berkembang secara maksimal sehingga anak SD
cenderung senang bergerak, bermain mengerjakan sesuatu secara langsung dan
senang bekerja dalam suatu kelompok.
Apapun
stimulus atau paparan yang masuk ke otak sangat mempengaruhi perilaku anak
(termasuk siswa SD), setiap stimulus akan terekam kuat di area memori (sistem
limbik), apalagi bila saat kejadian ada nuansa emosi yang menyertainya maka
memori akan terpatri kuat , maka paparan yang diterima anakharus paparan yang
positif sehingga kelak akan menjadi dasar perilaku positif
Prosesi
penyembelihan hewan kurban yang disaksikan secara langsung oleh ratusan mata
anak SD dikhawatirkan mempengaruhi psikologis mereka yakni timbul rasa takut
berlebihan (fobia) atau justru
timbul sifat atau perilaku kekerasan(agresifitas).
Hal
tersebut secara teori bisa terjadi manakala kejadian penyembelihan hewan kurban
berulang dan anak didik tidak memiliki pemahaman kognisi tentang syariat
kurban, tatacara penyembelihan kurban secara islami dan manfaat berkurban untuk
meningkatkan jiwa sosial anak kepada lingkungan sekitarnya. Dan di sinilah
tantangan pihak sekolah (guru dan pengajar) dan orang tua untuk memberi
pemahaman yang utuh tentang syariat berkurban kepada anak secara runtut dan
utuh.
Seperti
yang saya jabarkan di atas saat usia SD adalah saat perkembangan sel saraf
lobus frontalis sangat optimal sehingga kemampuan kognisi dan kemampuan bahasa
sangat maksimal.Guru dihadapan siswa SD merupakan sosok “idola” bagi dia, guru
adalah sumber ilmu, segala ucapannya akan merasuk dengan kuat di pikiran
mereka, hal ini berbeda dengan siswa SMP SMA dimana daya kritisnya sudah sangat
terasa dan tidak menjadikan ucapan guru sebagai satu satunya sumber ilmu.
Bila
paparan tentang keutamaan kurban sudah terekam dengan kuat di pikiran anak
didik, maka pada saat prosesi penyembelihan hewan kurban maka yang terbentuk di
pikiran anak bukan “pembantaian hewan kurban” akan tetapi lebih dari itu adalah
suatu ajaran yang luhur tentangpengorbanan
ketaatan hamba kepada perintah Tuhannya, dan ini lebih terekam kuat
dalam perilaku dibanding rasa “kasihan” hewan tidak bersalah dipotong
lehernya(fobia) atau “suka cita” melihat hewan kurban tergelepar tidak berdaya
sesaat setelah dipotong lehernya (agresifitas).
Jadi
pelarangan pemotongan hewan kurban di lingkungan sekolah yang dikhawatirkan
menjadikan dampak psikologis negatif berupa fobia atau agresif menurut hemat
kami berlebihan dan tidak ada dasar ilmiahnya yang kuat , justru sebaliknya
suatu proses pembelajaran langsung (hand on)
untuk membentuk peribadi dengan kesalehan ritual dan sosial.
Sebagai
langkah cerdas pemerintah daerah harus lebih memberi pelayanan berupa
pemeriksaan hewan kurban dan memberi bantuan teknis lainnya agar prosesi
penyembelihan kurban di masyarakat dan sekolah berjalan dengan aman dan hikmat
tanpa harus mengorbankan makna sebuah penyembelihan kurban
Semoga
pemerintah atau pemerintah daerah tidak merivisi aturan larangan berkurban di
sekolah yang kontra produktif dan bisa berpotensi menimbulkan kegaduhan dan
keresahan di masyarakat. Satu hal lain adalah kemungkinan melanggar
undang-undang dasar 1945 tentang “kebebasan beragama dan tentang hak mendapat
pendidikan”
Sebaliknya
pemerintah dan pemerintah daerah harus lebih fokus meningkatkan kesejahteraan
seperti menstabilkan harga, menciptakan lapangan kerja, menurunkan
penggangguran, meningkatkan ekonomi dan lainnya yang semakin hari semakin
mengkhawatirkan
Semoga
intruksi gubernur ini segera direvisis khususnya tentang larangan kurban, dan
tidak ada lagi pemimpin daerah yang mengeluarkan intrusksi tidak edukatif
seperti itu, kalaupun dipaksa diterapkan maka sungguh intruksi itu tidak layak
dan tidak perlu dilaksanakan khususnya larangan meyembelih kurban di sekolah
dan masjid. Selamat berkurban (di sekolah dan masjid)...
Sumber : www.nu.or.id