Laman

24 September 2015

Perlukah Berkurban di Sekolah Dilarang?


Hari raya Idul Adha sudah di depan mata kita, hari suci di mana umat Islam sedunia di tanah suci Mekkah melaksanan puncak ibadah haji. Sebuah ritual internasional yang diikuti jutaan umat Islam dari seluruh dunia dalam rangka memperingati “napak tilas” Nabi Ibrahim yang mempertunjukan kepada kita semua tentang arti sebuah ketaatan dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT.
Bagi kita yang tidak berhaji disyariatkan untuk merayakan Idul Qurban dengan beberapa ritual mulai puasa Arofah, shalat Idul adha dan penyembelihan hewan Qurban dan lainnya
Penyembelihan qurban pada hakikatnya mengandung nilai pendidikan anak yang luar biasa, sebuah pendidikan kepada anak yang dicatat dengan tinta emas sebagai pendidikan ideal untuk membentuk anak yang shalih.
Beberapa poin penting dalam pendidikan Nabi Ibrahim kepada anaknya mencakup visi, misi, kurikulum dan lingkungan dalam pendidikan anak:

Pertama: visi pendidikan Ibrahim adalah mencetak generasi saleh yang menyembah hanya kepada Allah SWT. Dalam penantian panjang beliau berdoa agar diberi generasi saleh yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an: "Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." (Q.S. Ash Shaaffaat: 100)
Kedua, misi pendidikan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas. Ketaatan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah ada di sekitarnya.
Ketiga, kurikulum pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan. Muatan-muatan strategis pendidikan Ibrahim tersebut, Allah SWT telah jelaskan secara terperinci dalam firman-Nya:
Keempat Lingkungan pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau dijauhkan dari berhala dunia, pikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya.
Selain jauh dari perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya.
Pemilihan tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an.
Larangan dan Keresahan
Namun menjelang hari raya Idul Adha seperti saat ini ada beberapa isu yang menyeruak di masyarakat di Indonesia, yang pertama idul adha jatuh pada hari apa (ada perbedaan atau tidak) dan yang kedua (khusus untuk warga Jakarta) masih bolehkah menyembelih hewan kurban di sekolah?
Hal ini merujuk pada Instruksi Gubernur No 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan dan Pemotongan Hewan. Di dalamnya termasuk ada larangan menyembelih hewan kurban di sekolah. Beberapa alasan yang dipakai oleh Pempov Jakarta tentang aturan ini yakni kekhawatiran menyebarnya penyakit dari hewan ke manusia (dalam istilah medis zoonosis) dan juga menghindari dampak psiologis berupa traumatik terhadap anak akibat proses pemotongan hewan kurban tersebut. Sebagai solusinya pemerintah provinsi Jakarta menyiapkan rumah pemotongan hewan (RPH) untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat Jakarta dalam penyembelihan kurban.
Sebagai seorang pemimpin daerah maka tugas utama bagi seorang gubernur adalah mengatur segala hal yang berada di wilayah kerjanya. Dalam hal berkurban instruksi Gubernur sangat tepat, terutama mengatur tempat penjualan hewan kurban. Sudah lazim di kota-kota bahkan di seluruh daerah menjelang hari raya kurban, banyak fasilitas umum yang di sulap menjadi pasar hewan, hal ini berakibat kumuh dan bau tidak sedap menyebar kemana-mana, belum lagi masalah kesehatan hewan yang belum terkontrol yang berakibat menyebarnya penyakit hewan ke manusia (zoonosis).
Namun dalam hal pelarangan penyembelihan kurban di sekolah perlu dikaji lebih dalam karena bisa berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Sebagai seorang pemimpin Gubernur Basuki Cahaya Purnama harus mendapat pemahaman yang utuh tentang ritual ibadah kurban, sebuah ibadah yang mengandung unsur pendidikan moral sosial dan sangat kental dengan tradisi masyarakat Indonesia. Berbeda dengan ibadah shalat, puasa atau bersedekah misalnya dimana ibadah tersebut harus disamarkan dan lebih utama tanpa dilihat orang lain, tetapi ibadah penyembelihan hewan kurban harus ditampakkan sebagai syiar ritual keagamaan karena memang tuntutan ajaran agama Islam demikian.
Satu hal lagi yang perlu diketahui oleh gubernur Ahok di dalam penyembelihan kurban juga sangat kental dengan kearifan lokal yang terus dijaga dan akan diwariskan terhadap anak keturunan masyarakat Islam, kearifan lokal tersebut pemahaman berupa nilai keikhlasan, pengorbanan, kerja sama, sifat saling membantu dan lainnya yang semua bermuara keteladalan Nabi Ibrahim kepada murid sekolah tersebut.
Beberapa komentar gubernur Ahok yang mengatakan di arab saudi tidak ada penyembelihan hewan kurban di masjid dan sekolah dan semua dilakukan di pusat penyembelihan kurban semakin menunjukan betapa sang gubernur DKI ini belum memahami secara utuh makna sebuah ibadah kurban dan haji. Pernyataan diatas sama dengan mengapa di Jakarta masih sering banjir, macet dan kriminal sedangkan di Singapura tidak?
Trauma psikologi
Alasan lain adalah kekhawatiran dampak trauma psikologi akibat prosesi pemotongan hewan kurban yang disaksikan secara langsung oleh anak-anak sekolah dasar.
Ilmu neurobehavior menerangkan usia sekolah dasar (7-12 tahun) saat perkembangan otak di lobus frontalis dan parietalis (dahi dan pelipis), satu hal yag menonjol adalah mulai berkembangnya fungsi kognisi (berfikir, logika, analisis), kreatifitas dan kemampuan berbahasa.
Di bagian otak pelipis atau sistem emosi anak SD sudah mulai menunjukkan hal yang berperan, kegemaran meniru apa yang dilihat dan didengar sangat dominan apalagi sifat imajinatif sebagai seorang anak yang dibawa dari kecil masih terbawa.
Bagian otak yang mengatur psikomotor juga berkembang secara maksimal sehingga anak SD cenderung senang bergerak, bermain mengerjakan sesuatu secara langsung dan senang bekerja dalam suatu kelompok.
Apapun stimulus atau paparan yang masuk ke otak sangat mempengaruhi perilaku anak (termasuk siswa SD), setiap stimulus akan terekam kuat di area memori (sistem limbik), apalagi bila saat kejadian ada nuansa emosi yang menyertainya maka memori akan terpatri kuat , maka paparan yang diterima anakharus paparan yang positif sehingga kelak akan menjadi dasar perilaku positif
Prosesi penyembelihan hewan kurban yang disaksikan secara langsung oleh ratusan mata anak SD dikhawatirkan mempengaruhi psikologis mereka yakni timbul rasa takut berlebihan (fobia) atau justru timbul sifat atau perilaku kekerasan(agresifitas).
Hal tersebut secara teori bisa terjadi manakala kejadian penyembelihan hewan kurban berulang dan anak didik tidak memiliki pemahaman kognisi tentang syariat kurban, tatacara penyembelihan kurban secara islami dan manfaat berkurban untuk meningkatkan jiwa sosial anak kepada lingkungan sekitarnya. Dan di sinilah tantangan pihak sekolah (guru dan pengajar) dan orang tua untuk memberi pemahaman yang utuh tentang syariat berkurban kepada anak secara runtut dan utuh.
Seperti yang saya jabarkan di atas saat usia SD adalah saat perkembangan sel saraf lobus frontalis sangat optimal sehingga kemampuan kognisi dan kemampuan bahasa sangat maksimal.Guru dihadapan siswa SD merupakan sosok “idola” bagi dia, guru adalah sumber ilmu, segala ucapannya akan merasuk dengan kuat di pikiran mereka, hal ini berbeda dengan siswa SMP SMA dimana daya kritisnya sudah sangat terasa dan tidak menjadikan ucapan guru sebagai satu satunya sumber ilmu.
Bila paparan tentang keutamaan kurban sudah terekam dengan kuat di pikiran anak didik, maka pada saat prosesi penyembelihan hewan kurban maka yang terbentuk di pikiran anak bukan “pembantaian hewan kurban” akan tetapi lebih dari itu adalah suatu ajaran yang luhur tentangpengorbanan ketaatan hamba kepada perintah Tuhannya, dan ini lebih terekam kuat dalam perilaku dibanding rasa “kasihan” hewan tidak bersalah dipotong lehernya(fobia) atau “suka cita” melihat hewan kurban tergelepar tidak berdaya sesaat setelah dipotong lehernya (agresifitas).
Jadi pelarangan pemotongan hewan kurban di lingkungan sekolah yang dikhawatirkan menjadikan dampak psikologis negatif berupa fobia atau agresif menurut hemat kami berlebihan dan tidak ada dasar ilmiahnya yang kuat , justru sebaliknya suatu proses pembelajaran langsung (hand on) untuk membentuk peribadi dengan kesalehan ritual dan sosial.
Sebagai langkah cerdas pemerintah daerah harus lebih memberi pelayanan berupa pemeriksaan hewan kurban dan memberi bantuan teknis lainnya agar prosesi penyembelihan kurban di masyarakat dan sekolah berjalan dengan aman dan hikmat tanpa harus mengorbankan makna sebuah penyembelihan kurban
Semoga pemerintah atau pemerintah daerah tidak merivisi aturan larangan berkurban di sekolah yang kontra produktif dan bisa berpotensi menimbulkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat. Satu hal lain adalah kemungkinan melanggar undang-undang dasar 1945 tentang “kebebasan beragama dan tentang hak mendapat pendidikan”
Sebaliknya pemerintah dan pemerintah daerah harus lebih fokus meningkatkan kesejahteraan seperti menstabilkan harga, menciptakan lapangan kerja, menurunkan penggangguran, meningkatkan ekonomi dan lainnya yang semakin hari semakin mengkhawatirkan
Semoga intruksi gubernur ini segera direvisis khususnya tentang larangan kurban, dan tidak ada lagi pemimpin daerah yang mengeluarkan intrusksi tidak edukatif seperti itu, kalaupun dipaksa diterapkan maka sungguh intruksi itu tidak layak dan tidak perlu dilaksanakan khususnya larangan meyembelih kurban di sekolah dan masjid. Selamat berkurban (di sekolah dan masjid)...

Sumber : www.nu.or.id